(BERITA TERKINI) - Sekalipun PDIP ikut mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI 2017, dukungan itu tidak akan berpengaruh terhadap elektabilitas Ahok, bahkan bisa jadi justru semakin merosot.
Analisis itu disampaikan Ketua Network for South East Asian Studies
(NSEAS), Muchtar Effendi Harahap (12/08). “Setahun lalu ‘survei bayaran’
bilang, elektabilitas Ahok
di atas 65 persen, 3 bulan kemudian di atas 55 persen, terakhir 45
persen. Artinya, lembaga survei bayaran saja telah menurunkan
elektabilitas Ahok,” ungkap Muchtar Effendi Harahap.
Menurut Muchtar, survei elektabilitas Ahok tiga bulan terakhir masih
bertahan sekitar 40 persen. Tapi, hasil survei tak diekspos. Sebulan
lalu telah menemukan angka 31 persen.
“Bayangkan hari ini, saat gerakan struktural forum RW/RT dengan 3
juta KTP anti Ahok; fenomena Ahok diusir rakyat DKI saat kunjungan ke
wilayah kelurahan; dan gerakan kelas menengah-atas kian banyak dan
meluas tunjukan anti Ahok, apakah elektabilitas Ahok tetap 31 persen?
Tentu tidak,” papar Muchtar.
Muchtar menegaskan, sekalipun PDIP mendukung Ahok, jumlah pemilih
Ahok mustahil di atas 50 persen. Kecuali, PDIP perintahkan anggota DPR
turun dengan ‘politik uang’ melalui kader-kader di Kecamatan dan
perusahaan pendukung Ahok intervensi petugas PPK dan KPU.
“Menurut hemat saya, gelombang dahsyat rakyat DKI, terutama kelas
menengah atas, anti Ahok tiga bulan terakhir ini, mendorong terbentuknya
Koalisi Kekeluargaan parpol, meski masih koalisi taktis. Hanya PDIP
yang mungkin membelot ke Ahok, tetapi takkan bisa menang,” tegas
Muchtar.
Jika Pilkada DKI
berlangsung dua putaran, kata Muchtar, pada putaran kedua, Ahok akan
jadi musuh bersama, terutama kelompok Islam, pribumi, dan parpol. [Intelejen]
(BERITA TERKINI)
No comments:
Post a Comment